Rabu, 07 Desember 2016
Kamis, 01 Desember 2016
مقدمة
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
IBTIDAI ( ابتدائى ) adalah methode yang mengajarkan kepada anak didik agar menguasai pembacaan kitab kuning (=kitab salaf yang tanpa harokat dan ma'na), beserta cara menulis kalimat arab dan pegon (=kalimat jawa yang ditulis arab).
melihat semakin minimnya remaja muslim yang mampu membaca kalimat-kalimat arab yang tanpa harokat, apalagi memberi ma'na (arti) pada kalimat arab tersebut, juga karena semakin berkembangnya pendidikan umum yang syarat dengan percepatan lajunya perkembangan duniawi. pendidikan agama semakin terdesak, bahkan hampir tiada tersisa energi otak untuk bisa digunakan mempelajari hazanah ilmu salaf yang tidak terlepas dari kitab-kitab yang dikenal dengan sebutan “kitab kuning”.
pada masa sekarang remaja muslim dituntut agar berperan aktif mengikuti perkembangan zaman yang meliputi berbagai pendidikan dari berbagai bidang. sementara pendidikan agama adalah modal dasar sebagai fondamen agar kemajuan IPTEK tidak membikin buta hati manusia. karena, IPTEK tanpa agama akan buta, begitupun agama tanpa IPTEK akan pincang.
untuk itu, methode IBTIDAI ( ابتدائى ) mengetengahkan Kepada masyarakat muslim sebuah konsep pembelajaran sebagai format baru dalam mempelajari kitab kuning yang membikin lebih mudah & ringan serta tidak menambahi beban pada anak didik bila secara bersamaan mempelajari ilmu-ilmu umum.
methode IBTIDAI ( ابتدائى ) merupakan pendidikan cara kuno yang diajarkan oleh ulama'-ulama' salaf dari masa kemasa yang terkenal dikalangan pondok pesantren disebut “SOROGAN". dari sorogan tersebut dijadikan sebuah “konsep baku" agar menjadi semakin terarah & mudah dipelajari oleh anak didik yang tidak bermukim dipesantren. konsep yang baku tersebut diberi nama IBTIDAI ( ابتدائى ) dengan tampa mengurangi dari keaslian “kitab kuning" yang menjadi obyek sasarannya.
Konsep & Materi IBTIDAI terbagi 2 tingkatan :
1. Pasca TPQ, Madin, SD/MI dan yang sederajat.
2. MTS/SMP, MA/SMK dan yang sederajat.
1. Pasca TPQ, Madin, SD/MI dan yang sederajat.
2. MTS/SMP, MA/SMK dan yang sederajat.
A. Yang di Asrama
B. Yang Tidak di Asrama
kekurangan dan keterbatasan dalam kitab ini sangatlah tidak diragukan lagi, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya, dan menghaturkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telas tulus membantu terwujutnya kitab ini.
harapan semoga menjadi amal sholih yang bermanfaat Minaddun-ya Hattal Jannah ( من الدنيا حتى الجنة) Amin. . . .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jepara, 28 Januari 2015
Penulis,
MUJAHIDIN RACHMAN Al Hafidz
Senin, 28 November 2016
LESTARIKAN TULISAN PEGON.
Di antara kekayaan dari khazanah Pesantren yang pernah
'menasional' ialah TULISAN PEGO atau PEGON. Pegon atau sering disebut Arab Pego
atau Arab Jawi merupakan tulisan berabjad huruf Arab (huruf hijaiyah) yang
berakulturasi budaya dengan bahasa daerah di Indonesia dan cara membacanya beda
dengan bahasa Arab. Dalam Pegon abjad-abajad huruf hijaiiyah dipakai guna
melafadzkan bahasa daerah di Indonesia.
Huruf Pegon tidak hanya ada di Jawa dan Sunda, di daerah Riau, bahkan
Brunai dan Malaysia, juga ada tulisan Pegon yang lazim disebut dengan Arab
Melayu. Ada sebuah kamus Arab-Melayu yang terrkenal dengan nama KAMUS MARBAWI
yang tulisannya semua dengan 'huruf Arab' (Yang bahasa Arab menggunakan huruf
Arab asli dan yang Bahasa Melayu menggunakan huruf Pegon).
Sayang dengan semakin besarnya pengaruh Barat dan kecenderungan orang
melatinkan tulisan-tulisan dalam bahasa Indonesia maupun daerah, 'budaya
tulisan pegon' pun terkikis. Bahkan, seperti tulisan Jawa, sudah banyak yang
tidak mengenal aksara Pegon itu. Kalau pun masih ada yang menggunakan,
paling-paling di pesantren saja.
Beberapa waktu yang lalu, budayawan dan sastrawan Syubah Asa --Allãh
yarhamuh-- dengan semangat mengembalikan 'kekayaan budaya' kita, merintis
bulletin beraksara Pegon. Bulletin yang indah. Sayang hanya terbit beberapa
nomor dan sama sekali tak berlanjut setelah wafatnya sastrawan yang pernah
menerjemahkan dan mementaskan Al-Barzanji bersama Seniman Rendra ini.
Waba'du; alhamdulillah, dengan terbitnya buku Tuntunan Baca Tulis Pegon
Indonesia ini, diharapkan juga dapat menghidupkan gairah menguri-uri kekayaan
budaya pesantren dan Indonesia yang sudah semakin asing ini. Dan tulisan pegon
digunakan kembali tidak hanya di pesantren-pesantren saja.
Semoga.
Rembang, 1 Sya'ban 1436 H
K.H. A. MUSTOFA BISRI
Sabtu, 26 November 2016
TUNTUNAN BACA TULIS PEGON
Pegon adalah tulisan arab yang berkalimat selain bahasa arab. Pegon merupakan
piwulang dari Ulama’ salaf kuno di jawa. Sehingga tidak ada patho’an yang khusus
dalam cara menulisnya seperti kalimat arab.
Untuk itu, bagi pemula yang sudah mahir membaca Al Qur’an, belum tentu langsung
bisa membaca pegon dengan lancar. Sedangkan mengaji kitab kuning tidak bisa lepas
dari membaca pegon untuk mema’nai lafadz pada kitab kuning tersebut.
Oleh sebab itu, kami suguhkan kitab “ Tuntunan Baca Tulis Pegon“ kepada muslimin/
Muslimat agar menjadi jembatan antara membaca Al Qur’an dan membaca kitab
kuning, supaya lebih mudah..
Kami yakin, pasti banyak kekurangan dan kekhilafan, untuk itu kami berharap ma’af
yang sebesar-besarnya.
Semoga Barokah, Amin.
Cara Mengajar :
1. Salam.
2. Baca Al Fatihah ..........( الفاتحة )
3. Menerangkan kotak paling atas contoh :
Bacaan O & A pegonnya ـاَ / اَ..., Murid tidak usah menirukan, tapi cukup bagaimana bisa paham, sehingga nanti bisa membaca dan tahu cara menulisnya.
Perhatian :
Pada tulisan sopo ditulis pegon ( سَفَا ) memang disengaja penulis, karena biar pengalaman bisa ditulis tanpa huruf alif ( سَفَ ) sebab kadang - kadang begitu.
4. Guru mulai membaca, Murid menirukan secara serempak per-kata, setelah selesai 1 halaman. Murid yang membaca bersama-sama, kemudian ditunjuk satu persatu tidak harus semua murid.
5. Kemudian Murid diberi waktu untuk menulis pada halaman ( ٢ )yang selesai duluan disuruh maju kedepan untuk sorogan, adapun yang dibaca adalah tulisannya sendiri, kemudian ustadz memberikan nilai pada halaman satu dengan angka.
ORIENTASI METHODE IBTIDAI
ORIENTASI METHODE IBTIDAI
IBTIDAI adalah Metode Belajar menulis pegon (memberi ma’na ala pesantren) dan
Belajar membaca kitab kuning yang sangat mudah.
Prioritas Sasaran :
Untuk Pasca TPQ/TPA dengan asumsi kelas III SD/MI dan bisa
diajarkan kepada para pemula yang menginginkan dari berbagai tingkatan MTs./SMP
- MA/SMA/SMK dan Perguruan Tinggi.
Target Keberhasilan :
Anak didik Pasca TPQ/TPA dalam masa belajar 1 tahun pada tiap
harinya 1 jam pembelajaran berhasil mengkhatamkan/membaca kitab yang tanpa harokat
dan ma’na minimal 2 kitab yaitu Tijan Ad Darori dan Safinatunnajah beserta ilmu
alatnya menyusul pada tahun-tahun berikutnya. Dengan asumsi pembelajaran
IBTIDAI dimulai dari kelas III SD/MI, insya Allah anak lulus SD/MI telah mampu
membaca kitab kuning sejumlah 2 x 4 Tahun = 8 kitab
Tujuan IBTIDAI :
1. Memberikan pendidikan dan pengetahuan materi
agama (ala pesantren) sejak dini, agar Fondamen Agama dapat dimiliki
oleh generasi muslim lebih awal, untuk mensikapi kemajuan tekhnologi yang
sungguh dahsyat ini.
2. Menciptakan arah berfikir Anak didik setingkat
SD/MI, mempunyai keinginan memperdalam modal keilmuan agama yang sudah
dimilikinya ke arah yang lebih dalam, yaitu pondok pesantren. Sehingga pondok
pesantren bukan sebagai alternatif pendidikan mereka, akan tetapi menjadi
tujuan dan sasaran mengarahkan langkah kedepannya, karena nilai lebih dari
pondok pesantren adalah menjunjung tinggi Akhlaqul Karimah yang pada
masa ini sudah terabaikan.
Nilai Lebih IBTIDAI :
1. Belajar membaca kitab kuning dengan Metode
IBTIDAI, sangat mendukung materi pendidikan sekolah formal, karena dengan
sangat mudahnya mempelajari kitab kuning ala IBTIDAI anak didik tidak merasa
terbebani dengan materi agamanya. Dengan tanpa hafalan yang berat, waktu dan
energi belajar sekolah formal masih tersisa lebih.
2. Bagi penghafal Al Qur’an, IBTIDAI adalah
methode pendukungnya, karena hafalan yang ada sangat ringan, sehingga tidak
berbenturan dengan tugas hafalan kesehariannya. Harapan IBTIDAI adalah, para
penghafal Al Qur’an tidak lagi adanya rasa khawatir apabila dengan mempelajari
kitab kuning hafalan Al Qur’annya menjadi lemah dan tidak lancar.
Pendidik IBTIDAI Sangat Ringan.
Pengajar/Pendidik Membaca Kitab Kuning ala IBTIDAI sangat
mudah dan ringan, sekalipun kepada beliau-beliau yang sudah banyak tugas atau
tanggungjawab ekonomi dan keluarga.
Pengajar IBTIDAI tidak harus beliau-beliau yang sudah mahir
membaca kitab kuning atau Alumnus pesantren yang terkemuka. Tetapi pengajar
IBTIDAI adalah beliau-beliau yang tulus hati peduli terhadap agama dan
generasinya yang pada saat ini sangat memprihatinkan. Hanya bermodal membaca Al
Qur’an yang benar sesuai aturannya, para ustadz/ustadzah mampu mengajarkan
kitab kuning ala IBTIDAI. Setelah kitab Metode IBTIDAI selesai barulah
dihaturkan kepada beliau yang ‘Alim dan ahli dalam memperdalam kitab kuningnya
yaitu pondok pesantren.
Tugas IBTIDAI adalah men”awali”.
Awal dari pengenalan terhadap ilmunya ulama’ dan awal
mencintai para ‘ulama’nya. Jika generasi kita di awali dengan rasa cinta terhadap
ilmunya ‘ulama’ dan mencintai ‘ulama’ sebagai imam agamanya, insya Allah akan
terbentuk generasi Islami yang tidak mencampakkan nilai-nilai agamanya.
Gerakan Ustadzah Mengajar Kitab
Kuning.
Melihat keberhasilan TPQ/TPA di Indonesia dalam Ta’limul
Qur’annya, adalah hasil kerja keras dari sebagian besar oleh para Ustadzah dan sedikit
sekali dari para Ustadznya, maka IBTIDAI berkeinginan melanjutkan suksesnya
para ustadzah tersebut pada jenjang kelanjutannya yaitu membaca kitab kuning.
Dengan Metode Belajar Mengajar yang sangat ringan dan tidak perlu menguasai
materi ilmu alat yang rumit, insya Allah para Ustadzah akan lebih berkiprah
lagi menciptakan generasi-generasi muslim yang mahir dalam membaca Al Qur’annya
dan sekaligus kitab kuningnya sebagai Pasca TPQ/ TPA-nya, hingga kemudian
dihaturkan kepada ‘alim pada tingkat pendalaman ilmunya.
Tolak Ukur Keberhasilan IBTIDAI.
Yang menjadi target ukuran awal keberhasilan Metode IBTIDAI
adalah, Terselenggaranya acara Wisuda Kitab Tijan Addarori oleh lembaga
yang mengajarkannya. Wisuda tersebut sebagai Alat Nasyrul Ilmi IBTIDAI
kepada masyarakat awam, agar mengetahui dan menarik minat masyarakat awam untuk
mengenal kitab kuning dan merasakan materi pesantren. Jika kitab pertama yaitu
Tijan Addarori telah terkuasai dengan baik, insya Allah kitab-kitab sesudahnya
akan mudah untuk diajarkannya karena ibarat jalan tinggal melaluinya.
Methodologi IBTIDAI
1. Kitab-kitab Salaf yang didesain oleh IBTIDAI
hanya bisa diajarkan secara berurutan, tidak boleh mengambil/mempelajari kitab
menurut seleranya pengajar/lembaga. Untuk itu, harus mengikuti progam yang
diciptakan IBTIDAI, contoh : Misalkan ada sebuah lembaga yang sudah ada mata
pelajaran Ta’limul Muta’allim kemudian mempelajari kitab Ta’limul Muta’allim-nya
saja, tanpa dimulai dengan kitab Tijan Ad Darori. Maka, dengan cara seperti itu
tidak diperbolehkan, Karena didalam metode IBTIDAI ilmu alatnya dipelajari
secara bertahap dan berurutan yang dimulai dari kitab Tijan Addarori kemudian
Safinah, Arba’in dan seterusnya. Apabila hal tersebut diabaikan, maka akan
terjadi sesuatu hal yang ringan akan menjadi berat, bahkan bukan mendapatkan
keberhasilan tapi kegagalan yang disebabkan kesalahan seseorang dalam menjalankan
suatu metode.
2. IBTIDAI mendesain kitab-kitab salaf yang sudah
tidak asing lagi di kalangan pondok pesantren. Desain kitab ala metode IBTIDAI
tersebut bertujuan agar menjadi mudah untuk dipelajari dan menghilangkan kesan
sulit dan rumit bagi pemula yang ingin mempelajari kitab kuning. Jika anak
didik IBTIDAI adalah murid sekolah formal yang non pesantren, mereka
diuntungkan sekali bisa merasakan dan menikmati materi dan pelajaran ala pondok
pesantren tanpa mengganggu materi formalnya.
3. Kitab-kitab salaf ala IBTIDAI diciptakan dua
bahasa, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Hal itu akan memudahkan bagi
selain orang yang berbahasa Jawa mampu membaca kitab kuning seperti para ‘Ulama’
Jawa terdahulu dengan berbagai ilmu alat dan terjemahannya.
IBTIDAI adalah Methode ‘Ulama Jawa
Kuno
Metode yang ditulis IBTIDAI adalah merupakan cara mengajar
‘ulama kuno jawa yang dibakukan mengikuti perkembangan pendidikan zaman
sekarang. Metode IBTIDAI tidak menghilangkan salaf. karena itu, bagi para
pecinta ilmu salaf jawa pada khususnya, tidak perlu khawatir terhadap metode
ini. Justru IBTIDAI sangat berusaha melestarikan piwulang dan piwucal para
‘ulama jawa kuno agar lebih eksis dan mapan pada era modern ini.
Oleh karenanya, IBTIDAI mengambil bahasa-bahasa piwulang
‘ulama kuno dengan tujuan tingkat kelanjutan ibtidai adalah yang mengajar para kyai-kyai
agar bisa bersambung dan berkelanjutan tanpa adanya kesulitan baik dari arah
guru maupun muridnya.
IBTIDAI adalah mengawali, membuat bibit masyarakat agar
terdorong menjadi dan memilki Akhlaq santri. Tingkat kelanjutannya adalah para
kyai yang lebih mampu menyuburkannya agar menjadi buah yang bersih, segar dan
berkwalitas untuk masyarakatnya. Untuk itu, metode ini dinamakan IBTIDAI
(Permulaan-ku). Gampang dihafal, diucapkan dan mudah diingat, sangat sederhana
di tingkatannya. Metode IBTIDAI mempunyai slogan “ Mudah, Ringan Tanpa Beban
Hafalan “
Penutup
Mari bersama peduli dengan bangsa Indonesia tercinta ini. Dengan
mendidik akhlaq generasi agar bersemangat mempelajari ilmu agamanya mampu
menjadi fondamen atas lajunya perkembangan zaman dan kemajuan tekhnologi yang tidak
bisa terlepas dengan kehidupan kita. Sehingga kita mampu menyelaraskan antara
agama sebagai pegangan hidup menuju yang hakiki dan tekhnologi hanyalah sebagai
hiasan kehidupan bermasyarakat. Semoga dengan munculnya metode IBTIDAI bisa
membantu pembelajaran ilmu agama untuk mengendalikan diri dari berbagai
kemaksiatan dan kemungkaran.
Lindungilah generasi muslim bangsa kita dengan ilmu dan
akhlaqnya, agar benar-benar tercipta Bangsa Indonesia yang Baldatun
Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur. Amin.
Ayo berjuang untuk Indonesia !
Langganan:
Postingan (Atom)