Di antara kekayaan dari khazanah Pesantren yang pernah
'menasional' ialah TULISAN PEGO atau PEGON. Pegon atau sering disebut Arab Pego
atau Arab Jawi merupakan tulisan berabjad huruf Arab (huruf hijaiyah) yang
berakulturasi budaya dengan bahasa daerah di Indonesia dan cara membacanya beda
dengan bahasa Arab. Dalam Pegon abjad-abajad huruf hijaiiyah dipakai guna
melafadzkan bahasa daerah di Indonesia.
Huruf Pegon tidak hanya ada di Jawa dan Sunda, di daerah Riau, bahkan
Brunai dan Malaysia, juga ada tulisan Pegon yang lazim disebut dengan Arab
Melayu. Ada sebuah kamus Arab-Melayu yang terrkenal dengan nama KAMUS MARBAWI
yang tulisannya semua dengan 'huruf Arab' (Yang bahasa Arab menggunakan huruf
Arab asli dan yang Bahasa Melayu menggunakan huruf Pegon).
Sayang dengan semakin besarnya pengaruh Barat dan kecenderungan orang
melatinkan tulisan-tulisan dalam bahasa Indonesia maupun daerah, 'budaya
tulisan pegon' pun terkikis. Bahkan, seperti tulisan Jawa, sudah banyak yang
tidak mengenal aksara Pegon itu. Kalau pun masih ada yang menggunakan,
paling-paling di pesantren saja.
Beberapa waktu yang lalu, budayawan dan sastrawan Syubah Asa --Allãh
yarhamuh-- dengan semangat mengembalikan 'kekayaan budaya' kita, merintis
bulletin beraksara Pegon. Bulletin yang indah. Sayang hanya terbit beberapa
nomor dan sama sekali tak berlanjut setelah wafatnya sastrawan yang pernah
menerjemahkan dan mementaskan Al-Barzanji bersama Seniman Rendra ini.
Waba'du; alhamdulillah, dengan terbitnya buku Tuntunan Baca Tulis Pegon
Indonesia ini, diharapkan juga dapat menghidupkan gairah menguri-uri kekayaan
budaya pesantren dan Indonesia yang sudah semakin asing ini. Dan tulisan pegon
digunakan kembali tidak hanya di pesantren-pesantren saja.
Semoga.
Rembang, 1 Sya'ban 1436 H
K.H. A. MUSTOFA BISRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar