ORIENTASI METHODE IBTIDAI
IBTIDAI adalah Metode Belajar menulis pegon (memberi ma’na ala pesantren) dan
Belajar membaca kitab kuning yang sangat mudah.
Prioritas Sasaran :
Untuk Pasca TPQ/TPA dengan asumsi kelas III SD/MI dan bisa
diajarkan kepada para pemula yang menginginkan dari berbagai tingkatan MTs./SMP
- MA/SMA/SMK dan Perguruan Tinggi.
Target Keberhasilan :
Anak didik Pasca TPQ/TPA dalam masa belajar 1 tahun pada tiap
harinya 1 jam pembelajaran berhasil mengkhatamkan/membaca kitab yang tanpa harokat
dan ma’na minimal 2 kitab yaitu Tijan Ad Darori dan Safinatunnajah beserta ilmu
alatnya menyusul pada tahun-tahun berikutnya. Dengan asumsi pembelajaran
IBTIDAI dimulai dari kelas III SD/MI, insya Allah anak lulus SD/MI telah mampu
membaca kitab kuning sejumlah 2 x 4 Tahun = 8 kitab
Tujuan IBTIDAI :
1. Memberikan pendidikan dan pengetahuan materi
agama (ala pesantren) sejak dini, agar Fondamen Agama dapat dimiliki
oleh generasi muslim lebih awal, untuk mensikapi kemajuan tekhnologi yang
sungguh dahsyat ini.
2. Menciptakan arah berfikir Anak didik setingkat
SD/MI, mempunyai keinginan memperdalam modal keilmuan agama yang sudah
dimilikinya ke arah yang lebih dalam, yaitu pondok pesantren. Sehingga pondok
pesantren bukan sebagai alternatif pendidikan mereka, akan tetapi menjadi
tujuan dan sasaran mengarahkan langkah kedepannya, karena nilai lebih dari
pondok pesantren adalah menjunjung tinggi Akhlaqul Karimah yang pada
masa ini sudah terabaikan.
Nilai Lebih IBTIDAI :
1. Belajar membaca kitab kuning dengan Metode
IBTIDAI, sangat mendukung materi pendidikan sekolah formal, karena dengan
sangat mudahnya mempelajari kitab kuning ala IBTIDAI anak didik tidak merasa
terbebani dengan materi agamanya. Dengan tanpa hafalan yang berat, waktu dan
energi belajar sekolah formal masih tersisa lebih.
2. Bagi penghafal Al Qur’an, IBTIDAI adalah
methode pendukungnya, karena hafalan yang ada sangat ringan, sehingga tidak
berbenturan dengan tugas hafalan kesehariannya. Harapan IBTIDAI adalah, para
penghafal Al Qur’an tidak lagi adanya rasa khawatir apabila dengan mempelajari
kitab kuning hafalan Al Qur’annya menjadi lemah dan tidak lancar.
Pendidik IBTIDAI Sangat Ringan.
Pengajar/Pendidik Membaca Kitab Kuning ala IBTIDAI sangat
mudah dan ringan, sekalipun kepada beliau-beliau yang sudah banyak tugas atau
tanggungjawab ekonomi dan keluarga.
Pengajar IBTIDAI tidak harus beliau-beliau yang sudah mahir
membaca kitab kuning atau Alumnus pesantren yang terkemuka. Tetapi pengajar
IBTIDAI adalah beliau-beliau yang tulus hati peduli terhadap agama dan
generasinya yang pada saat ini sangat memprihatinkan. Hanya bermodal membaca Al
Qur’an yang benar sesuai aturannya, para ustadz/ustadzah mampu mengajarkan
kitab kuning ala IBTIDAI. Setelah kitab Metode IBTIDAI selesai barulah
dihaturkan kepada beliau yang ‘Alim dan ahli dalam memperdalam kitab kuningnya
yaitu pondok pesantren.
Tugas IBTIDAI adalah men”awali”.
Awal dari pengenalan terhadap ilmunya ulama’ dan awal
mencintai para ‘ulama’nya. Jika generasi kita di awali dengan rasa cinta terhadap
ilmunya ‘ulama’ dan mencintai ‘ulama’ sebagai imam agamanya, insya Allah akan
terbentuk generasi Islami yang tidak mencampakkan nilai-nilai agamanya.
Gerakan Ustadzah Mengajar Kitab
Kuning.
Melihat keberhasilan TPQ/TPA di Indonesia dalam Ta’limul
Qur’annya, adalah hasil kerja keras dari sebagian besar oleh para Ustadzah dan sedikit
sekali dari para Ustadznya, maka IBTIDAI berkeinginan melanjutkan suksesnya
para ustadzah tersebut pada jenjang kelanjutannya yaitu membaca kitab kuning.
Dengan Metode Belajar Mengajar yang sangat ringan dan tidak perlu menguasai
materi ilmu alat yang rumit, insya Allah para Ustadzah akan lebih berkiprah
lagi menciptakan generasi-generasi muslim yang mahir dalam membaca Al Qur’annya
dan sekaligus kitab kuningnya sebagai Pasca TPQ/ TPA-nya, hingga kemudian
dihaturkan kepada ‘alim pada tingkat pendalaman ilmunya.
Tolak Ukur Keberhasilan IBTIDAI.
Yang menjadi target ukuran awal keberhasilan Metode IBTIDAI
adalah, Terselenggaranya acara Wisuda Kitab Tijan Addarori oleh lembaga
yang mengajarkannya. Wisuda tersebut sebagai Alat Nasyrul Ilmi IBTIDAI
kepada masyarakat awam, agar mengetahui dan menarik minat masyarakat awam untuk
mengenal kitab kuning dan merasakan materi pesantren. Jika kitab pertama yaitu
Tijan Addarori telah terkuasai dengan baik, insya Allah kitab-kitab sesudahnya
akan mudah untuk diajarkannya karena ibarat jalan tinggal melaluinya.
Methodologi IBTIDAI
1. Kitab-kitab Salaf yang didesain oleh IBTIDAI
hanya bisa diajarkan secara berurutan, tidak boleh mengambil/mempelajari kitab
menurut seleranya pengajar/lembaga. Untuk itu, harus mengikuti progam yang
diciptakan IBTIDAI, contoh : Misalkan ada sebuah lembaga yang sudah ada mata
pelajaran Ta’limul Muta’allim kemudian mempelajari kitab Ta’limul Muta’allim-nya
saja, tanpa dimulai dengan kitab Tijan Ad Darori. Maka, dengan cara seperti itu
tidak diperbolehkan, Karena didalam metode IBTIDAI ilmu alatnya dipelajari
secara bertahap dan berurutan yang dimulai dari kitab Tijan Addarori kemudian
Safinah, Arba’in dan seterusnya. Apabila hal tersebut diabaikan, maka akan
terjadi sesuatu hal yang ringan akan menjadi berat, bahkan bukan mendapatkan
keberhasilan tapi kegagalan yang disebabkan kesalahan seseorang dalam menjalankan
suatu metode.
2. IBTIDAI mendesain kitab-kitab salaf yang sudah
tidak asing lagi di kalangan pondok pesantren. Desain kitab ala metode IBTIDAI
tersebut bertujuan agar menjadi mudah untuk dipelajari dan menghilangkan kesan
sulit dan rumit bagi pemula yang ingin mempelajari kitab kuning. Jika anak
didik IBTIDAI adalah murid sekolah formal yang non pesantren, mereka
diuntungkan sekali bisa merasakan dan menikmati materi dan pelajaran ala pondok
pesantren tanpa mengganggu materi formalnya.
3. Kitab-kitab salaf ala IBTIDAI diciptakan dua
bahasa, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Hal itu akan memudahkan bagi
selain orang yang berbahasa Jawa mampu membaca kitab kuning seperti para ‘Ulama’
Jawa terdahulu dengan berbagai ilmu alat dan terjemahannya.
IBTIDAI adalah Methode ‘Ulama Jawa
Kuno
Metode yang ditulis IBTIDAI adalah merupakan cara mengajar
‘ulama kuno jawa yang dibakukan mengikuti perkembangan pendidikan zaman
sekarang. Metode IBTIDAI tidak menghilangkan salaf. karena itu, bagi para
pecinta ilmu salaf jawa pada khususnya, tidak perlu khawatir terhadap metode
ini. Justru IBTIDAI sangat berusaha melestarikan piwulang dan piwucal para
‘ulama jawa kuno agar lebih eksis dan mapan pada era modern ini.
Oleh karenanya, IBTIDAI mengambil bahasa-bahasa piwulang
‘ulama kuno dengan tujuan tingkat kelanjutan ibtidai adalah yang mengajar para kyai-kyai
agar bisa bersambung dan berkelanjutan tanpa adanya kesulitan baik dari arah
guru maupun muridnya.
IBTIDAI adalah mengawali, membuat bibit masyarakat agar
terdorong menjadi dan memilki Akhlaq santri. Tingkat kelanjutannya adalah para
kyai yang lebih mampu menyuburkannya agar menjadi buah yang bersih, segar dan
berkwalitas untuk masyarakatnya. Untuk itu, metode ini dinamakan IBTIDAI
(Permulaan-ku). Gampang dihafal, diucapkan dan mudah diingat, sangat sederhana
di tingkatannya. Metode IBTIDAI mempunyai slogan “ Mudah, Ringan Tanpa Beban
Hafalan “
Penutup
Mari bersama peduli dengan bangsa Indonesia tercinta ini. Dengan
mendidik akhlaq generasi agar bersemangat mempelajari ilmu agamanya mampu
menjadi fondamen atas lajunya perkembangan zaman dan kemajuan tekhnologi yang tidak
bisa terlepas dengan kehidupan kita. Sehingga kita mampu menyelaraskan antara
agama sebagai pegangan hidup menuju yang hakiki dan tekhnologi hanyalah sebagai
hiasan kehidupan bermasyarakat. Semoga dengan munculnya metode IBTIDAI bisa
membantu pembelajaran ilmu agama untuk mengendalikan diri dari berbagai
kemaksiatan dan kemungkaran.
Lindungilah generasi muslim bangsa kita dengan ilmu dan
akhlaqnya, agar benar-benar tercipta Bangsa Indonesia yang Baldatun
Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur. Amin.
Ayo berjuang untuk Indonesia !